Harusnya aku tak menaruh apa-apa di
matamu. Karena kini begitu sakit rasanya saat menatap kembali. Ada rindu yang
dari dulu belum sempat kusudahi, tapi kau segera membawanya pergi. Juga hati
yang kau rebut paksa untuk menyudahi janji. Sebelum kita benar-benar menepati.
Harusnya
aku tak jatuhkan rasa kepada bibirmu. Karena kini begitu pilu mendengarkan
potongan kalimat selamat tinggal untukku. Dengan mudahnya kau lumatkan luka di
dada. Tak ada lagi manis manja kata rindu. Yang kau katakan segeralah lupakan
aku. Apa kau tak pernah berpikir, bibir manis itu pernah membuatku merasa
semuanya tak akan pernah berakhir. Tapi nyatanya kini perpisahan kau
sebut takdir.
Aku
tak bermaksud menyalahkan kau yang mengingkari janji. Juga tak mau mengatakan
semua luka adalah ulahmu. Hanya saja, setumpuk perih masih saja tersisa. Hingga
saat aku tak bisa lagi menemuimu, pedihnya belum juga mereda.
Namun
pada akhirnya aku pun harus mengerti. Mencintaimu adalah keputusan yang tak
perlu ku sesali. Bagaimana pun aku pernah merasa hangat pelukmu. Pernah
mengecup lembut bibirmu. Juga lelaki yang menenangkan sedu sedanmu. Hanya saja,
mungkin alam memang tak pernah sepakat untuk kita terus bersama. Biarlah luka
ini tetap ku bawa, entah sampai di ujung jalan mana. Entah sampai malam
keberapa. Jika kau bahagia, harusnya aku juga bisa bahagia.
DsuperBoy | 01/09/14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar