Aku menemukanmu yang sedang patah hati. Sebenarnya
pada saat itu aku juga sedang patah hati. Lalu kita sepakat –dengan perasaan
senasib- memilih untuk bersama. Pacaran, istilah yang orang-orang sebut. Meski
aku lebih suka menyebutnya dengan kekasih. Sepasang kekasih.
Kita
bahagia? Tentu! Setidaknya pada bulan-bulan pertama.
Saat itu
aku percaya. Bahwa cinta memang datang pada dua orang yang memiliki kesamaan.
Banyak hal yang kita rasa sama. Kita sama-sama mencari sosok penyembuh. Kita
sama-sama mencari orang yang lelah merasakan patah hati. Dan terlebih yang
membuat kita semakin yakin, kita merasa memiliki nasib yang sama. Dua orang
yang patah hati. Terdengar menyedihkan memang. Tapi saat itu kita bahagia. Kita
merasa saling membutuhkan.
Namun
waktu terus berlalu. Luka di dadamu perlahan sembuh. Aku pun merasa kembali
utuh. Aku masih bahagia bisa menjadi kekasihmu. Bertukar kasih berbagi rindu.
Namun beberapa hari terakhir aku merasa ada yang lain. Kau ternyata tak seperti
dulu lagi. Kita sekarang tak senasib lagi, katamu.
“Ternyata,
aku tidak mencintaimu. Aku hanya butuh seseorang saat aku rapuh.” Kau
mengatakan dengan raut wajah seolah merasa bersalah.
Sejak
saat itu aku sadar. Kesamaan memang tidak selalu bisa menyatukan. Kau ternyata
tidak butuh teman senasib. Kau hanya butuh penyembuh agar kau kembali utuh. Kau
hanya butuh pelarian agar kau kembali bisa berlari mengejar impian.
DsuperBoy | 01/10/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar