Kupikir setelah
menjauh darimu. Memulai hidup baru. Aku bisa lepas sepenuhnya dari hal-hal yang
pernah ada tentangmu. Aku bisa lepas dari perasaan yang belum tuntas kepadamu.
Aku bisa melenyapkan segala rindu yang dulu menggebu. Itulah sebabnya aku pergi
menjauh. Meninggalkanmu untuk menanggalkan perasaan sayang itu. Aku ingin
bahagia. Meski bukan denganmu yang tidak bersedia.
Tapi aku heran
kepadamu. Saat aku memilih pergi kau seolah menahanku untuk tetap di sini. Kau
memberi tanda bahwa kau sedang belajar menerima. Kau seolah menunjukan
kepadaku, agar aku tetap saja mencintaimu. Dan semua perlakuan itu membuatku
berpikir ulang. Berkali-kali aku menunda pergi. Aku pikir kamu benar akan
belajar membuka hati. Tapi semua percuma. Sepanjang waktu berlalu yang aku
dapat hanyalah luka. Kau tidak pernah benar-benar menerima. Kau hanya
mempermainkan perasaan yang tak main-main kurasakan kepadamu.
Kau tarik ulur
hatiku. Kau ragukan perasaanku yang begitu dalam hanya menginginkan kamu. Kau
seperti ular, melingkari langkahku. Namun enggan menjadi bagian dari hidupku.
Kau hanya ingin bermain-main, sementara aku tidak pernah ingin menjadi mainan.
Kau harusnya tahu, aku yang sudah terlalu lelah memendam rindu. Itulah mengapa
akhirnya aku memilih pergi. Aku memilih mematikan saja semua rasa hati
kepadamu. Meski tetap saja ada yang tersisa dan terasa pilu. Setiap kali kita
bertemu kau seolah menyalahkan aku. Menyalahkan aku yang memilih pergi.
Sesekali merenunglah.
Apa yang sudah kaulakukan kepadaku? Bagaimana rasanya menjadi seseorang yang
tak pernah diterima? Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang hanya ingin
memainkan perasaanmu? Atau bagaimana rasanya mencintai seseorang yang meragukan
perasaanmu? Itu yang kurasakan. Jika akhirnya kini aku memilih pergi. Lalu
mencintai orang baru. Jelaskanlah, pada bagian mana aku bersalah kepadamu?
Tidak perlu dijawab, perasaan padamu tak lagi ada. Meski pun ada, akan kubunuh
secepatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar